Reksadana Terproteksi: Investasi Murni atau Sarana Pelarian?

Bukan kebetulan jika reksadana terproteksi muncul hampir berbarengan dengan goncangnya industri reksadana di Indonesia pada tahun 2005. Kepanikan investor yang menyebabkan penarikan dana besar-besaran dari reksadana pada saat itu memaksa para MI untuk menyediakan wahana investasi baru yang dapat menampung investor-investor tersebut. Jika alasan adanya reksadana terproteksi adalah ketakutan para investor, mengapa reksadana terproteksi masih menjadi salah satu reksadana yang populer?

Menyaksikan nilai investasi kita yang menurun drastis memang bagaikan sebuah mimpi buruk. Investasi yang kita rencanakan dapat memenuhi kebutuhan kita di masa depan malah membuat kita buntung. Boro-boro mendapatkan keuntungan, tidak rugi saja sudah lumayan. Reksadana terproteksi memang dirancang agar nilai pokok investasi kita tidak berkurang dan secara bersamaan juga menghasilkan keuntungan. Menarik bukan? Benar-benar cocok untuk merangkul investor yang sedang ketakutan.

Memang benar bahwa nilai pokok investasi kita terjaga. Namun pernahkah kita berpikir bahwa kita bisa mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dengan tingkat keamanan (atau kenyamanan?) yang sama dengan reksadana terproteksi? Mari kita periksa bagaimana sebuah reksadana terproteksi dibentuk.

Salah satu contohnya adalah sebagai berikut. 80% dari dana investor yang terkumpul akan digunakan untuk membeli zero coupon bond yang jatuh temponya sama dengan waktu jatuh tempo reksadana terproteksi. Zero coupon bond adalah obligasi yang tidak memberikan bunga dan sebagai kompensasi dapat kita beli dengan harga diskon. Misalnya harga parnya 100, maka kita bisa membeli di harga 80. Sesuai dengan contoh kita, otomatis pada saat jatuh tempo penerbit obligasi akan mengembalikan pokok investasi kita di harga 100. Dengan mekanisme ini, maka nilai pokok investasi kita akan terjaga. Sisa 20% yang belum tersisa dapat digunakan untuk membeli instrumen investasi yang lebih berisiko, misalnya saham. Dengan skema seperti ini, MI berharap dana 20% tersebut dapat memberikan imbal hasil yang bagus sehingga kebutuhan investor akan keamanan investasinya dan imbal hasil yang memuaskan tercapai. Toh seandainya 20% dana yang dialokasikan pada instrumen investasi yang berisiko pada akhirnya merugi, paling tidak pokok investasinya aman. Tentu saja kondisinya tidak akan seideal itu. Pada prakteknya agak susah mencari zero coupon bond dengan karakteristik seperti contoh di atas. Bagaimanapun juga, daya tarik inilah yang menyebabkan para investor berlomba-lomba menaruh dananya pada reksadana terproteksi.

Pertanyaan saya, pernahkan Anda membandingkan return reksadana terproteksi dengan imbal hasil deposito? Menurut pengalaman saya return reksadana terproteksi kurang memuaskan. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar karena hanya sebagian kecil dari total investasinya yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Selain itu, kita tidak dapat “mencairkan” investasi kita di sana sampai dengan jatuh tempo. Kembali ke deposito. Saat ini suku bunga deposito bisa mencapai 11-12 % per tahun. Umumnya waktu jatuh tempo deposito adalah 1 bulan. Bandingkan dengan locking period reksadana terproteksi yang bisa tahunan. Selain itu, tabungan kita di bank saat ini dijamin pemerintah sampai dengan 2 miliar rupiah. Suatu proteksi yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa deposito bukan investasi karena tidak bisa melawan inflasi, tidak dapat dipungkiri bahwa deposito saat ini merupakan instrumen yang cukup menarik di tengah situasi dunia finansial yang sangat fluktuatif. Bagaimanapun juga, ujung-ujungnya keputusan investasi ada di tangan investor sendiri.

Kondisi reksadana terproteksi yang terkesan hanya sekedar “pelarian” tentu perlu mendapat perhatian. Reksadana terproteksi harus dikembalikan pada “fitrahnya” sebagai wahana investasi murni yang dapat memberikan imbal hasil yang lebih menarik. Bisakah?

Baca selengkapnya ..

Serba-Serbi Sudut Pandang Investor terhadap Market

Chart di bawah adalah chart IHSG selama setahun terakhir ini. Sedikit menyeramkan memang. Akan tetapi jangan salah. Chart yang sama ini akan terbaca secara berbeda oleh investor yang memiliki style investasi yang berbeda-beda. Maksudnya? Mari kita teruskan membaca artikel ini.




1. DCA-ers

Di mata DCA-ers, tidak ada bedanya market sedang atau turun. Investor jenis ini secara berkala akan memasukkan dana dalam jumlah tertentu untuk berinvestasi. Investor jenis ini biasanya paling tidak stres menghadapi market yang bergejolak seperti yang terlihat dari chart IHSG di atas.

Kelebihan:

  • Investor jenis memperkecil risiko masuk ke market pada saat yang tidak tepat. Market yang volatile bukanlah musuh baginya.
  • Dapat mencicil investasinya sehingga tidak terasa terlalu berat.

Kekurangan:

  • Jika market sedang "bagus-bagusnya" return investasinya tidak akan sekencang lari dari para one-time shooters. Biasanya pada kondisi market bullish, investor ini akan merasa ketinggalan kereta.
  • Pada market yang cenderung turun berkepanjangan, ada kemungkinan investor ini akan merasa sedikit stres karena investasinya tidak juga menghasilkan untung.

Saran:

  • Kunci kesuksesan investor jenis DCA-ers adalah disiplin, disiplin, dan disiplin. Tanpa kedisiplinan plan investasi akan semakin kacau.
  • Tingkatkan pelan-pelan jumlah yang Anda investasikan secara berkala. Peningkatan ini bisa dilakukan setiap 2-3 tahun sekali.


2. One-Time Shooters

Investor penganut one-time shooters akan memasukkan dana investasinya satu kali sekaligus. Biasanya investor jenis ini secara sangat hati-hati mencari momen yang pas. Misalnya pada saat market sedang jatuh. Setelah berinvestasi, investor jenis ini biasanya tutup mata dan baru melihat hasil investasinya beberapa tahun ke depan.

Kelebihan:

  • Jika menaruh dananya pada saat yang tepat, investor one-time shooters akan memperoleh keuntungan yang besar.
  • Investor jenis ini cenderung diuntungkan pada saat market bullish, apalagi dalam jangka panjang.

Kekurangan:

  • Kesalahan timing dalam memasukkan dana investasinya seringkali akan mengakibatkan investor ini terpaksa harus memperpanjang horison investasinya Big grin Sebagai contoh, mungkin saja investor jenis ini merasa bahwa level IHSG di 1900-an pada bulan Agustus 2007 sudah cukup murah dan memutuskan untuk masuk. Tentu saja investor tersebut harus lebih bersabar karena sampai saat ini, IHSG sedang berada di 1400-an.
  • Market yang fluktuatif dan tidak begerak ke mana-mana cenderung kurang menguntungkan bagi investor ini.
  • Market yang turun berkepanjangan merupakan momok bagi investor jenis ini. Kadangkala kondisi tersebut dapat menyebabkan frustasi.

Saran:
  • Investor jenis ini harus memiliki horison investasi yang cukup panjang sehingga diharapkan investasinya akan membuahkan hasil. Saham cenderung naik untuk jangka panjang. Thanks to inflation :p
  • Karena horison investasi yang panjang, disarankan jangan terlalu banyak melihat perkembangan investasinya karena pada kondisi market yang buruk hanya akan menyebabkan ingin redeem :)


3. Market Timers a.k.a Traders

Biasanya investor jenis ini adalah tipe yang suka "berpetualang". Investor jenis ini bagaikan seorang surfer yang berusaha mengarungi ombak agar bisa maju. Risiko yang dihadapi memang besar namun potensi keuntungan yang bisa diharapkan juga besar.

Kelebihan:

  • Jika mampu masuk dan keluar di saat yang tepat, pola investasi ini dapat sangat menguntungkan. Sebagai contoh, pada chart IHSG di atas dapat dilihat bahwa market timers akan masuk atau keluar market sesuai dengan tanda panah hijau dan merah. Panah hijau menunjukkan waktu investor untuk masuk dan panah merah menunjukkan investor untuk keluar. Jangan ditanya dari mana saya mendapatkan panah hijau dan merah tersebut :)
  • Jika cukup "tangkas", investor ini dapat terhindar dari kerugian besar akibat penurunan market yang berkepanjangan.
  • Market yang fluktuatif adalah "sahabat" seorang market-timer. Semakin fluktuatif market, semakin besar potensi keuntungan yang dapat diraih.

  • Kekurangan:

    • Biasanya investor jenis ini harus bekerja lebih keras dengan membekali dirinya agar memiliki kemampuan analisa teknikal yang mumpuni. Kalau belum, jangan coba-coba menjadi market timers. Biayanya bisa menjadi sangat mahal :)
    • Jika terlalu sering keluar masuk market, biaya subscribe atau redeem akan semakin membesar.

    Saran:
    • Banyak-banyaklah mempelajari analisa teknikal agar menjadi lebih "lincah" bergerak.
    • Carilah RD yang fee subscribe dan redeemnya rendah.

    4. Investor Plin-Plan

    Investor plin-plan biasanya tidak memiliki pola investasi tertentu. Dia akan keluar masuk market secara acak baik dalam timingnya maupun jumlah investasinya. Ciri lainnya adalah inkonsistensi dalam mengikuti strategi investasi. Terkadang ingin mencoba DCA, namun kemudian tergoda untuk menjadi market timer. Padahal kedua style tersebut sangat bertolak belakang. Ujung-ujungnya malah buntung. Bukannya saya ingin menyudutkan investor jenis ini. Namun biasanya investor jenis ini yang paling bingung pada kondisi market yang buruk karena tidak memiliki dasar untuk mengambil keputusan. DCA-ers bukan, one-time shooter bukan, dan market timer juga bukan.

    Bagaimanapun juga, menjadi investor plin-plan juga sebuah pilihan. Mungkin jika sudah advanced bisa juga sesekali "ganti gaya". Tentu saja dengan tanpa melupakan segala konsekuensi dan risikonya. :)
Baca selengkapnya ..

Reksadana Today: Maju Kena, Mundur Kena

Kondisi keuangan Amerika Serikat yang memburuk mau tidak mau telah berimbas ke negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia mulai melambat karena krisis. Seperti yang telah diketahui, indikator pasar modal biasanya leading terhadap kondisi ekonomi riil. Dampak ekonomi baru mulai terasa akhir-akhir ini. Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terkuat yang goncang mengakibatkan negara-negara yang porsi ekspornya ke Amerika Serikat besar mengalami tekanan. Walaupun memang tidak dapat dikesampingkan adanya faktor psikologis yaitu ketakutan para investor.

Di dalam negeri sendiri, imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat mulai terasa. Harus diakui telah terjadi capital flight yang mengakibatkan turunnya harga sejumlah efek sekuritas. Institusi-institusi keuangan di U.S berusaha untuk melikuidasi aset-asetnya di negara lain, termasuk di Indonesia.



Kondisi keuangan Amerika Serikat yang memburuk mau tidak mau telah berimbas ke negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia mulai melambat karena krisis. Seperti yang telah diketahui, indikator pasar modal biasanya leading terhadap kondisi ekonomi riil. Dampak ekonomi baru mulai terasa akhir-akhir ini. Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terkuat yang goncang mengakibatkan negara-negara yang porsi ekspornya ke Amerika Serikat besar mengalami tekanan. Walaupun memang tidak dapat dikesampingkan adanya faktor psikologis yaitu ketakutan para investor.

Di dalam negeri sendiri, imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat mulai terasa. Harus diakui telah terjadi capital flight yang mengakibatkan turunnya harga sejumlah efek sekuritas. Institusi-institusi keuangan di U.S berusaha untuk melikuidasi aset-asetnya di negara lain, termasuk di Indonesia.

Industri reksadana Indonesia yang baru saja bangkit dari goncangan pada tahun 2005 kembali harus menghadapi ujian. Penurunan harga-harga saham di BEI berdampak langsung terhadap nilai portfolio reksadana saham dan campuran. Belum selesai mengambil napas, pasar obligasi juga mulai goyang. Harga efek obligasi mulai terkoreksi. Saat ini, sudah mulai banyak harga obligasi yang dijual di bawah harga par nya. Sebagai info, harga par obligasi adalah harga yang dipergunakan sebagai patokan pembayaran pokok obligasi saat jatuh tempo. Hal tersebut antara lain diakibatkan oleh kenaikan suku bunga BI. Selain itu, pada kondisi seperti ini, para investor cenderung menahan diri dalam membeli obligasi. Suatu hal yang wajar karena memang sumber masalah dari krisis saat ini adalah pasar kredit.

Reksadana terakhir yang terkena dampak krisis ini adalah reksadana pasar uang. Seperti yang telah ramai diberitakan beberapa minggu yang lalu. Beberapa reksadana pasar uang melakukan kebijakan untuk membekukan aktivitas subscription dan redemption. Kepanikan investor yang mendorong mereka untuk menarik dananya dari reksadana pasar uang telah memaksa para MI untuk menjual aset-aset dalam portfolio pada harga yang tidak bagus. Kebijakan metode valuasi portfolio pada reksadana pasar uang memang berbeda dengan reksadana jenis lain yang menerapkan metode marked to market. Reksadana pasar uang menerapkan metode amortisasi di mana harga suatu efek akan disusutkan mulai dari harga perolehan sampai dengan harga par pada saat jatuh tempo. Reksadana lain yang biasanya menerapkan metode ini adalah reksadana terproteksi. Secara logis, sebenarnya jika para investor tenang dan tidak panik, mereka tidak akan rugi. Efek yang dimiliki oleh suatu reksadana akan dibayar pokoknya oleh penerbit surat hutang pada saat jatuh tempo pada harga par dan para investor tidak akan mengalami kerugian. Aktivitas redemption yang berlebihan memaksa MI untuk menjual efek pada reksadana yang dimilikinya dengan harga yang murah padahal jika dipegang sampai jatuh tempo, dana investasi dapat dikembalikan secara utuh.

Menghadapi hal ini, Bapepam sebagai pemegang otoritas pasar modal menghadapi sebuah dilema. Jika metode valuasi marked to market terhadap aset reksadana dipertahankan, maka berpotensi membuat para investor panik. Jika metode valuasi diubah menjadi amortisasi, seakan-akan permasalahan yang sebenarnya ditutup-tutupi dengan menampilkan NAB yang terlihat ‘normal’. Tentu saja terdapat trade-off antara kestabilan psikologis para investor dengan keterbukaan terhadap kondisi riil. Saya sendiri saat ini sedang menunggu-nunggu metode valuasi apa yang akan diterapkan oleh Bapepam ke depannya.

Saat ini, ketangguhan kita sebagai investor sedang diuji. Apa langkah-langkah yang kita lakukan dalam menghadapi kondisi yang tidak menentu seperti ini? Sudahkan Anda mempersiapkan backup plan untuk menghadapi kondisi ini? Sebagai investor, apakah dari awal mula berinvestasi di reksadana, kita telah dengan jujur menjawab pertanyaan-pertanyaan pada form kuisioner? Apakah karena tergiur mengharapkan return yang tinggi kita membohongi diri sendiri dengan menjawab mampu untuk menghadapi risiko yang besar? Tentu saja hanya Anda yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Baca selengkapnya ..