Jangan Terbalik dalam Menimbang Risiko

Mind set bahwa investasi saham sangat berisiko sudah tertanam cukup kuat di benak kebanyakan orang. Sudah umum kita mendengar orang berkata bahwa “main saham itu seperti judi”, “main saham itu bisa bikin bangkrut”, “mendingan bisnis riil, hasilnya keliatan” dan berbagai macam ungkapan lainnya. Tidaklah mengherankan apabila jumlah investor saham di Indonesia terbilang sangat sedikit. Saat ini jumlah investor saham di Indonesia hanya sekitar 0,2% dari jumlah penduduk atau sekitar 350 ribu orang. Jumlah ini terbilang sedikit. Sebagai gambaran, jumlah investor saham di negara tetangga kita, Malaysia, mencapai 12% dari jumlah penduduknya.

Saya tidak hendak mengatakan bahwa investasi saham tidak berisiko. Saya mengakui bahwa investasi saham mengandung risiko yang cukup tinggi. Sebagai contoh, krisis global tahun 2008 telah menyebabkan harga saham rata-rata turun sekitar 50%. Walaupun saat ini harga saham telah pulih kembali, kenangan atas kejadian tersebut kemungkinan masih membekas di dalam ingatan kita. Lalu mengapa hingga saat ini saya masih tetap bertahan berinvestasi saham?

Ijinkan saya untuk memberikan suatu gambaran. Beberapa tahun belakangan ini bisnis model franchise sangat marak. Modal yang dibutuhkan untuk terjun ke dalamnya cukup variatif, mulai dari 3 juta rupiah hingga milyaran rupiah. Oleh karena itu kita mempunyai banyak pilihan. Kalkulasi potensi keuntungannya pun terlihat sangat menggiurkan. Namun satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa setiap bisnis mengandung risiko, demikian pula bisnis model franchise. Walaupun banyak franchise didukung oleh kekuatan merk dari franchisor nya, jangan lupa bahwa kita harus memulai bisnis dari awal. Pada fase tersebut, potensi keuntungannya besar dan begitu pula risikonya pun cukup besar. Tidak dapat dipungkiri, jika kita berhasil modal akan cepat kembali dan laba akan terus terkumpul. Di sisi lain, apabila kita gagal maka ada kemungkinan kita akan kehilangan seluruh modal kita. Keadaan akan bertambah rumit apabila modal kita berasal dari utang. Ketika bisnis kita bangkrut, cicilan utang masih tetap menghadang di depan mata.

Lalu bagaimana dengan saham? Secara teori, potensi kerugian terbesarnya adalah hilangnya seluruh modal kita. Sama seperti bisnis riil, kita akan terlilit utang apabila kita memanfaatkan fasilitas margin trading. Saat membeli saham suatu perusahaan, kita tidak ubahnya membeli sebagian kepemilikan atas perusahaan tersebut, mirip seperti ketika memulai bisnis di sektor riil. Jika bisnis perusahaan tersebut maju, maka kita akan mendapatkan dividen dan capital gain. Perbedaan utama dan merupakan keuntungan investasi saham dibandingkan dengan bisnis riil adalah kita tidak harus mengelolanya sendiri. Yang perlu kita lakukan adalah mencari perusahaan yang kinerjanya bagus dan memiliki bisnis yang prospektif. Kita tidak perlu pusing-pusing memikirkan pembayaran sewa ataupun mengelola karyawan. Bisa dikatakan hampir tidak ada pekerjaan yang mengharuskan kita secara fisik ketika berinvestasi saham.

Jika kita membeli saham-saham blue chip, dapat dikatakan risiko kita akan semakin mengecil. Saham blue chip umumnya adalah saham yang diterbitkan oleh perusahaan yang kuat secara fundamental dan memiliki kinerja yang bagus. Sebut saja Indofood, BCA, Astra, dan lain-lain. Secara logis, manakah yang lebih berisiko, memulai bisnis rill atau berinvestasi di saham yang bisnisnya telah teruji? Berapa persen kemungkinan Astra akan bangkrut dalam lima tahun ke depan? Tentunya sangat kecil. Berapa persen kemungkinan usaha yang baru kita rintis akan gagal? Anda sendiri yang dapat menjawabnya.
Mungkin masih ada satu hal yang mengganjal. Investasi pada saham blue chip ‘kan potensi keuntungannya kecil. Yah, memang ada beberapa yang seperti itu. Namun bagaimana dengan saham Kalbe Farma atau Astra International yang naik beberapa kali lipat harganya selama beberapa tahun terakhir? Tentu saja keuntungan yang lebih besar akan kita dapatkan apabila kita berinvestasi pada saham-saham second liners yang notabene mengandung risiko yang lebih tinggi dibandingkan saham-saham blue chip.

Jika kita memandang dari sisi bisnis, jika kita memulai suatu usaha potensi keuntungannya besar karena masih berada dalam tahap growth. Hal tersebut cukup wajar. Kondisi yang setara akan kita alami apabila apabila kita membeli saham yang baru saja IPO, terlebih jika perusahaan tersebut belum lama berdiri. Risiko kita akan semakin berkurang apabila kita membeli perusahaan yang telah berada dalam fase selanjutnya di mana growth masih cukup besar namun mulai memiliki brand equity dan laba mulai terlihat. Risiko akan semakin menurun lagi apabila kita membeli saham perusahaan yang telah sukses dan menjadi market leader.

Berbisnis di sektor riil ataupun berinvestasi saham memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Pilihan ada di tangan Anda.

Baca selengkapnya ..

Perjalanan Panjang IHSG (1984 - 2011)


Semoga chart di bawah bisa menjadi bahan renungan. Layakkah kita berinvestasi di saham.


Sejak tahun 1984, IHSG telah naik sebesar lebih dari 40 kali lipat atau setara dengan 15,8% per tahun.

Terlihat kecil? Bisakah Anda secara konsisten memperoleh return sebesar itu dalam jangka panjang?

Terlihat kecil? Nilai tersebut tidak memasukkan faktor dividen. Karena keterbatasan data saya tidak bisa memasukkan dividen ke dalam perhitungan.

Siap untuk investasi jangka panjang?

Baca selengkapnya ..

Kinerja Reksa Dana Saham 2010

Setelah sekian lama, saya akhirnya kembali mencoba untuk membahas mengenai reksa dana, khususnya reksa dana saham. Harus diakui bahwa reksa dana saham mengalami perkembangan yang pesat. Apabila dahulu para investor cenderung untuk menghindari risiko sehingga jumlah reksa dana pendapatan tetap terlihat sangat dominan, maka saat ini sudah cukup banyak investor yang berani berinvestasi melalui reksa dana saham. Sebagai bahan pertimbangan, ada baiknya kita memperhatikan kinerja reksa dana yang akan kita pilih. Walaupun berulang kali dinyatakan bahwa kinerja masa lalu tidak menggambarkan kinerja masa depan, akan tetapi kinerja masa lalu yang cemerlang dan konsisten dari waktu ke waktu bisa menjadi tolak ukur kinerja fund manager. Data pengukuran saya ambil per bulan dengan data terakhir adalah bulan Juli 2010.

Kali ini saya mengukur kinerja reksa dana saham dari dua sisi. Yang pertama adalah total return dan yang kedua adalah risk-adjusted return. Risk-adjusted return merupakan nilai relatif return terhadap volatilitasnya. Untuk pengukuran kali ini saya menggunakan Sharpe Ratio dengan formula sbb:

S = (re – rf) / stdev

di mana:

S : Sharpe Ratio

re: average return

rf: risk-free return

stdev: standar deviasi (menyatakan tingkat volatilitas return)

Untuk memantau konsistensi suatu reksa dana dari waktu ke waktu, saya memperlihatkan bagaimana peringkat kinerja reksa dana saham untuk berbagai periode pengukuran, yaitu 1 tahun, 3 tahun, 5 tahun, dan 10 tahun. Dengan demikian kita akan mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kinerjanya. Yang patut dicermati adalah adanya survival effect yang menyebabkan reksa dana yang usianya sudah panjang rata-rata kinerjanya terlihat bagus. Hal ini disebabkan karena reksa dana ‘sebayanya’ yang kinerjanya kurang bagus sudah banyak berguguran.

Kinerja Reksa Dana Saham 2010, Sumber: Bapepam, diolah

Saya tidak akan banyak mengomentari. Dengan melihat tabel kinerja tersebut, Anda bisa melakukan penilaian sendiri :)

Disclaimer is on.

Baca selengkapnya ..

Reksadana Terproteksi: Investasi Murni atau Sarana Pelarian?

Bukan kebetulan jika reksadana terproteksi muncul hampir berbarengan dengan goncangnya industri reksadana di Indonesia pada tahun 2005. Kepanikan investor yang menyebabkan penarikan dana besar-besaran dari reksadana pada saat itu memaksa para MI untuk menyediakan wahana investasi baru yang dapat menampung investor-investor tersebut. Jika alasan adanya reksadana terproteksi adalah ketakutan para investor, mengapa reksadana terproteksi masih menjadi salah satu reksadana yang populer?

Menyaksikan nilai investasi kita yang menurun drastis memang bagaikan sebuah mimpi buruk. Investasi yang kita rencanakan dapat memenuhi kebutuhan kita di masa depan malah membuat kita buntung. Boro-boro mendapatkan keuntungan, tidak rugi saja sudah lumayan. Reksadana terproteksi memang dirancang agar nilai pokok investasi kita tidak berkurang dan secara bersamaan juga menghasilkan keuntungan. Menarik bukan? Benar-benar cocok untuk merangkul investor yang sedang ketakutan.

Memang benar bahwa nilai pokok investasi kita terjaga. Namun pernahkah kita berpikir bahwa kita bisa mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dengan tingkat keamanan (atau kenyamanan?) yang sama dengan reksadana terproteksi? Mari kita periksa bagaimana sebuah reksadana terproteksi dibentuk.

Salah satu contohnya adalah sebagai berikut. 80% dari dana investor yang terkumpul akan digunakan untuk membeli zero coupon bond yang jatuh temponya sama dengan waktu jatuh tempo reksadana terproteksi. Zero coupon bond adalah obligasi yang tidak memberikan bunga dan sebagai kompensasi dapat kita beli dengan harga diskon. Misalnya harga parnya 100, maka kita bisa membeli di harga 80. Sesuai dengan contoh kita, otomatis pada saat jatuh tempo penerbit obligasi akan mengembalikan pokok investasi kita di harga 100. Dengan mekanisme ini, maka nilai pokok investasi kita akan terjaga. Sisa 20% yang belum tersisa dapat digunakan untuk membeli instrumen investasi yang lebih berisiko, misalnya saham. Dengan skema seperti ini, MI berharap dana 20% tersebut dapat memberikan imbal hasil yang bagus sehingga kebutuhan investor akan keamanan investasinya dan imbal hasil yang memuaskan tercapai. Toh seandainya 20% dana yang dialokasikan pada instrumen investasi yang berisiko pada akhirnya merugi, paling tidak pokok investasinya aman. Tentu saja kondisinya tidak akan seideal itu. Pada prakteknya agak susah mencari zero coupon bond dengan karakteristik seperti contoh di atas. Bagaimanapun juga, daya tarik inilah yang menyebabkan para investor berlomba-lomba menaruh dananya pada reksadana terproteksi.

Pertanyaan saya, pernahkan Anda membandingkan return reksadana terproteksi dengan imbal hasil deposito? Menurut pengalaman saya return reksadana terproteksi kurang memuaskan. Hal ini merupakan suatu hal yang wajar karena hanya sebagian kecil dari total investasinya yang benar-benar digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Selain itu, kita tidak dapat “mencairkan” investasi kita di sana sampai dengan jatuh tempo. Kembali ke deposito. Saat ini suku bunga deposito bisa mencapai 11-12 % per tahun. Umumnya waktu jatuh tempo deposito adalah 1 bulan. Bandingkan dengan locking period reksadana terproteksi yang bisa tahunan. Selain itu, tabungan kita di bank saat ini dijamin pemerintah sampai dengan 2 miliar rupiah. Suatu proteksi yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa deposito bukan investasi karena tidak bisa melawan inflasi, tidak dapat dipungkiri bahwa deposito saat ini merupakan instrumen yang cukup menarik di tengah situasi dunia finansial yang sangat fluktuatif. Bagaimanapun juga, ujung-ujungnya keputusan investasi ada di tangan investor sendiri.

Kondisi reksadana terproteksi yang terkesan hanya sekedar “pelarian” tentu perlu mendapat perhatian. Reksadana terproteksi harus dikembalikan pada “fitrahnya” sebagai wahana investasi murni yang dapat memberikan imbal hasil yang lebih menarik. Bisakah?

Baca selengkapnya ..

Serba-Serbi Sudut Pandang Investor terhadap Market

Chart di bawah adalah chart IHSG selama setahun terakhir ini. Sedikit menyeramkan memang. Akan tetapi jangan salah. Chart yang sama ini akan terbaca secara berbeda oleh investor yang memiliki style investasi yang berbeda-beda. Maksudnya? Mari kita teruskan membaca artikel ini.




1. DCA-ers

Di mata DCA-ers, tidak ada bedanya market sedang atau turun. Investor jenis ini secara berkala akan memasukkan dana dalam jumlah tertentu untuk berinvestasi. Investor jenis ini biasanya paling tidak stres menghadapi market yang bergejolak seperti yang terlihat dari chart IHSG di atas.

Kelebihan:

  • Investor jenis memperkecil risiko masuk ke market pada saat yang tidak tepat. Market yang volatile bukanlah musuh baginya.
  • Dapat mencicil investasinya sehingga tidak terasa terlalu berat.

Kekurangan:

  • Jika market sedang "bagus-bagusnya" return investasinya tidak akan sekencang lari dari para one-time shooters. Biasanya pada kondisi market bullish, investor ini akan merasa ketinggalan kereta.
  • Pada market yang cenderung turun berkepanjangan, ada kemungkinan investor ini akan merasa sedikit stres karena investasinya tidak juga menghasilkan untung.

Saran:

  • Kunci kesuksesan investor jenis DCA-ers adalah disiplin, disiplin, dan disiplin. Tanpa kedisiplinan plan investasi akan semakin kacau.
  • Tingkatkan pelan-pelan jumlah yang Anda investasikan secara berkala. Peningkatan ini bisa dilakukan setiap 2-3 tahun sekali.


2. One-Time Shooters

Investor penganut one-time shooters akan memasukkan dana investasinya satu kali sekaligus. Biasanya investor jenis ini secara sangat hati-hati mencari momen yang pas. Misalnya pada saat market sedang jatuh. Setelah berinvestasi, investor jenis ini biasanya tutup mata dan baru melihat hasil investasinya beberapa tahun ke depan.

Kelebihan:

  • Jika menaruh dananya pada saat yang tepat, investor one-time shooters akan memperoleh keuntungan yang besar.
  • Investor jenis ini cenderung diuntungkan pada saat market bullish, apalagi dalam jangka panjang.

Kekurangan:

  • Kesalahan timing dalam memasukkan dana investasinya seringkali akan mengakibatkan investor ini terpaksa harus memperpanjang horison investasinya Big grin Sebagai contoh, mungkin saja investor jenis ini merasa bahwa level IHSG di 1900-an pada bulan Agustus 2007 sudah cukup murah dan memutuskan untuk masuk. Tentu saja investor tersebut harus lebih bersabar karena sampai saat ini, IHSG sedang berada di 1400-an.
  • Market yang fluktuatif dan tidak begerak ke mana-mana cenderung kurang menguntungkan bagi investor ini.
  • Market yang turun berkepanjangan merupakan momok bagi investor jenis ini. Kadangkala kondisi tersebut dapat menyebabkan frustasi.

Saran:
  • Investor jenis ini harus memiliki horison investasi yang cukup panjang sehingga diharapkan investasinya akan membuahkan hasil. Saham cenderung naik untuk jangka panjang. Thanks to inflation :p
  • Karena horison investasi yang panjang, disarankan jangan terlalu banyak melihat perkembangan investasinya karena pada kondisi market yang buruk hanya akan menyebabkan ingin redeem :)


3. Market Timers a.k.a Traders

Biasanya investor jenis ini adalah tipe yang suka "berpetualang". Investor jenis ini bagaikan seorang surfer yang berusaha mengarungi ombak agar bisa maju. Risiko yang dihadapi memang besar namun potensi keuntungan yang bisa diharapkan juga besar.

Kelebihan:

  • Jika mampu masuk dan keluar di saat yang tepat, pola investasi ini dapat sangat menguntungkan. Sebagai contoh, pada chart IHSG di atas dapat dilihat bahwa market timers akan masuk atau keluar market sesuai dengan tanda panah hijau dan merah. Panah hijau menunjukkan waktu investor untuk masuk dan panah merah menunjukkan investor untuk keluar. Jangan ditanya dari mana saya mendapatkan panah hijau dan merah tersebut :)
  • Jika cukup "tangkas", investor ini dapat terhindar dari kerugian besar akibat penurunan market yang berkepanjangan.
  • Market yang fluktuatif adalah "sahabat" seorang market-timer. Semakin fluktuatif market, semakin besar potensi keuntungan yang dapat diraih.

  • Kekurangan:

    • Biasanya investor jenis ini harus bekerja lebih keras dengan membekali dirinya agar memiliki kemampuan analisa teknikal yang mumpuni. Kalau belum, jangan coba-coba menjadi market timers. Biayanya bisa menjadi sangat mahal :)
    • Jika terlalu sering keluar masuk market, biaya subscribe atau redeem akan semakin membesar.

    Saran:
    • Banyak-banyaklah mempelajari analisa teknikal agar menjadi lebih "lincah" bergerak.
    • Carilah RD yang fee subscribe dan redeemnya rendah.

    4. Investor Plin-Plan

    Investor plin-plan biasanya tidak memiliki pola investasi tertentu. Dia akan keluar masuk market secara acak baik dalam timingnya maupun jumlah investasinya. Ciri lainnya adalah inkonsistensi dalam mengikuti strategi investasi. Terkadang ingin mencoba DCA, namun kemudian tergoda untuk menjadi market timer. Padahal kedua style tersebut sangat bertolak belakang. Ujung-ujungnya malah buntung. Bukannya saya ingin menyudutkan investor jenis ini. Namun biasanya investor jenis ini yang paling bingung pada kondisi market yang buruk karena tidak memiliki dasar untuk mengambil keputusan. DCA-ers bukan, one-time shooter bukan, dan market timer juga bukan.

    Bagaimanapun juga, menjadi investor plin-plan juga sebuah pilihan. Mungkin jika sudah advanced bisa juga sesekali "ganti gaya". Tentu saja dengan tanpa melupakan segala konsekuensi dan risikonya. :)
Baca selengkapnya ..

Reksadana Today: Maju Kena, Mundur Kena

Kondisi keuangan Amerika Serikat yang memburuk mau tidak mau telah berimbas ke negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia mulai melambat karena krisis. Seperti yang telah diketahui, indikator pasar modal biasanya leading terhadap kondisi ekonomi riil. Dampak ekonomi baru mulai terasa akhir-akhir ini. Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terkuat yang goncang mengakibatkan negara-negara yang porsi ekspornya ke Amerika Serikat besar mengalami tekanan. Walaupun memang tidak dapat dikesampingkan adanya faktor psikologis yaitu ketakutan para investor.

Di dalam negeri sendiri, imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat mulai terasa. Harus diakui telah terjadi capital flight yang mengakibatkan turunnya harga sejumlah efek sekuritas. Institusi-institusi keuangan di U.S berusaha untuk melikuidasi aset-asetnya di negara lain, termasuk di Indonesia.



Kondisi keuangan Amerika Serikat yang memburuk mau tidak mau telah berimbas ke negara-negara lain. Pertumbuhan ekonomi beberapa negara di dunia mulai melambat karena krisis. Seperti yang telah diketahui, indikator pasar modal biasanya leading terhadap kondisi ekonomi riil. Dampak ekonomi baru mulai terasa akhir-akhir ini. Amerika Serikat sebagai negara dengan perekonomian terkuat yang goncang mengakibatkan negara-negara yang porsi ekspornya ke Amerika Serikat besar mengalami tekanan. Walaupun memang tidak dapat dikesampingkan adanya faktor psikologis yaitu ketakutan para investor.

Di dalam negeri sendiri, imbas dari krisis keuangan di Amerika Serikat mulai terasa. Harus diakui telah terjadi capital flight yang mengakibatkan turunnya harga sejumlah efek sekuritas. Institusi-institusi keuangan di U.S berusaha untuk melikuidasi aset-asetnya di negara lain, termasuk di Indonesia.

Industri reksadana Indonesia yang baru saja bangkit dari goncangan pada tahun 2005 kembali harus menghadapi ujian. Penurunan harga-harga saham di BEI berdampak langsung terhadap nilai portfolio reksadana saham dan campuran. Belum selesai mengambil napas, pasar obligasi juga mulai goyang. Harga efek obligasi mulai terkoreksi. Saat ini, sudah mulai banyak harga obligasi yang dijual di bawah harga par nya. Sebagai info, harga par obligasi adalah harga yang dipergunakan sebagai patokan pembayaran pokok obligasi saat jatuh tempo. Hal tersebut antara lain diakibatkan oleh kenaikan suku bunga BI. Selain itu, pada kondisi seperti ini, para investor cenderung menahan diri dalam membeli obligasi. Suatu hal yang wajar karena memang sumber masalah dari krisis saat ini adalah pasar kredit.

Reksadana terakhir yang terkena dampak krisis ini adalah reksadana pasar uang. Seperti yang telah ramai diberitakan beberapa minggu yang lalu. Beberapa reksadana pasar uang melakukan kebijakan untuk membekukan aktivitas subscription dan redemption. Kepanikan investor yang mendorong mereka untuk menarik dananya dari reksadana pasar uang telah memaksa para MI untuk menjual aset-aset dalam portfolio pada harga yang tidak bagus. Kebijakan metode valuasi portfolio pada reksadana pasar uang memang berbeda dengan reksadana jenis lain yang menerapkan metode marked to market. Reksadana pasar uang menerapkan metode amortisasi di mana harga suatu efek akan disusutkan mulai dari harga perolehan sampai dengan harga par pada saat jatuh tempo. Reksadana lain yang biasanya menerapkan metode ini adalah reksadana terproteksi. Secara logis, sebenarnya jika para investor tenang dan tidak panik, mereka tidak akan rugi. Efek yang dimiliki oleh suatu reksadana akan dibayar pokoknya oleh penerbit surat hutang pada saat jatuh tempo pada harga par dan para investor tidak akan mengalami kerugian. Aktivitas redemption yang berlebihan memaksa MI untuk menjual efek pada reksadana yang dimilikinya dengan harga yang murah padahal jika dipegang sampai jatuh tempo, dana investasi dapat dikembalikan secara utuh.

Menghadapi hal ini, Bapepam sebagai pemegang otoritas pasar modal menghadapi sebuah dilema. Jika metode valuasi marked to market terhadap aset reksadana dipertahankan, maka berpotensi membuat para investor panik. Jika metode valuasi diubah menjadi amortisasi, seakan-akan permasalahan yang sebenarnya ditutup-tutupi dengan menampilkan NAB yang terlihat ‘normal’. Tentu saja terdapat trade-off antara kestabilan psikologis para investor dengan keterbukaan terhadap kondisi riil. Saya sendiri saat ini sedang menunggu-nunggu metode valuasi apa yang akan diterapkan oleh Bapepam ke depannya.

Saat ini, ketangguhan kita sebagai investor sedang diuji. Apa langkah-langkah yang kita lakukan dalam menghadapi kondisi yang tidak menentu seperti ini? Sudahkan Anda mempersiapkan backup plan untuk menghadapi kondisi ini? Sebagai investor, apakah dari awal mula berinvestasi di reksadana, kita telah dengan jujur menjawab pertanyaan-pertanyaan pada form kuisioner? Apakah karena tergiur mengharapkan return yang tinggi kita membohongi diri sendiri dengan menjawab mampu untuk menghadapi risiko yang besar? Tentu saja hanya Anda yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Baca selengkapnya ..

Kategori baru : Book and Movie Reviews

Saat ini saya telah menambahkan kategori baru dalam blog ini yaitu book and movie reviews. Tentu saja saja saya akan mereview mengenai buku dan film yang berkaitan dengan investasi dan reksadana. Buku adalah jendela ilmu pengetahuan. Dengan adanya review, saya mengharapkan paling tidak pembaca dapat mengetahui kira-kira apa yang akan didapatkan dengan membaca buku tersebut. Buku yang akan direview kebanyakan adalah buku berbahasa Indonesia walaupun tidak menutup kemungkinan saya juga akan melakukan review terhadap buku-buku berbahasa asing.

Tidak lupa pada bagian akhir setiap tulisan saya akan memberikan semacam rating antara bintang 1 s.d bintang 5. Tentu saja rating ini adalah pendapat saya pribadi dan mungkin berbeda dengan pembaca lainnya.

Tulisan perdana untuk kategori ini sudah saya upload. Pada tulisan tersebut saya mereview buku dari Nofie Iman (yang juga seorang blogger) yang berjudul "Panduan Singkat dan Praktis Memulai Investasi Reksadana" Baca selengkapnya ..